Kampusku, Tempat Wisataku (Bagian 1)

Berwisata, tidak selalu harus dengan biaya mahal. Hal utama dari wisata (setidaknya menurutku) adalah bagaimana kita mendapatkan suasana baru yang membawa kesegaran atas aktivitas berwisata tersebut. Sehingga aneh bagiku saat orang berucap  kelelahan setelah melancong, berwisata, atau bertamasya ke suatu tempat. Saat diri merasa penat karena aktivitas sehari-hari, hal yang kulakukan adalah mencari suasana yang dapat memberi kesegaran. Tidak harus mengeluarkan biaya dan waktu yang lama untuk menujunya. Dan inilah beberapa lokasi yang dapat menjadi tempat untuk mendapatkan kesegaran itu:

Danau Samping Balairung-Universitas Indonesia, Depok

'Hutan' Rektorat - Fasilkom, Universitas Indonesia, Depok


Masjid Ukhuwah Islamiah (MUI)-Universitas Indonesia, Depok

Sebuah Perbandingan

Bangun pukul 05.15, kemudian mandi dan shalat diteruskan dengan sarapan. Menu sarapan yang hampir selalu sama tetapi sangat ia gemari: breakfast cereal dan susu. Tidak lama berselang, lebih kurang pukul 06.45 ia segera mengenakan perlengkapan bermotor, mulai dari sarung tangan, helm berstandar resmi, masker, dan jaket. Dan ia sekarang sudah siap berangkat menuju sekolah bersama ayahnya.

Kondisi tersebut, aku saksikan selama lebih dari satu semester ini. Aktivitas yang dijalani oleh seorang anak berusia 7 tahun yang bernama Nayla Yara. Putri pertama dari pemilik kosan yang aku tinggali. Sering aku berfikir, apakah Yara tidak merasakan letih dengan aktivitas itu? Pergi dan pulang ke sekolah dengan pemandangan lalulintas jalan Margonda-Sawangan yang hampir tak pernah mengenal kata lengang. Kemudian aku mencoba membandingkan dengan keseharianku saat aku seusianya. Aku berangkat sekolah bersama teman-temanku, atau jika sudah kesiangan aku diantar oleh pengasuhku dengan sepeda. Saat berangkat bersama teman-teman, kami biasanya asyik ngobrol, mulai dari serunya film kartun yang sedang 'in' sampai cerita seputar mainan kita masing-masing. Tak jarang pula sambil jalan kami memetik bunga, dedaunan hingga memungut buah melinjo, cengkeh yang kita temui sepanjang jalan menuju sekolah.

Jalan menuju sekolahku adalah jalan tanah yang di kanan-kirinya masih lebat dengan aneka pepohonan. Tidak jarang saat hujan lebat kami (aku dan teman-teman) harus melepas alas kaki karena jalanan yang kami lewati banjir. Saat pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA), seringkali ibu guru memberi contoh tumbuh-tumbuhan dan hewan, yang kemudian dengan mudah dapat kami temui di sekitar tempat hidup kami. Menyenangkan, itulah ingatan yang tersisa di benakku akan hari-hari di sekolah dasar. 

Masih dalam alam perbandinganku, aku membayangkan suatu saat nanti, dunia anak-anak akan menjadi seperti apa ya? Saat tutupan lahan didominasi oleh bangunan dan semen, saat tumbuhan kian sulit untuk menancapkan akarnya dan satwa pun semakin sulit untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Lalu, jalan-jalan yang mereka lewati begitu padat dengan kendaraan, dan bahkan mungkin kemacetan. Kemudian, saat mereka dewasa nanti, bagaimana mereka mendefinisikan masa kanak-kanak yang mereka alami?

Sirnalah Gundah, Gantikan dengan Keceriaan

Dari mana harus bermula? Pertanyaan ini yang kerap hadir memberi warna kegundahan dalam jiwaku. Saat begitu banyak hal harus ku kerjakan dan ku fikirkan pada satu waktu yang hampir bersamaan. Seolah diantara mereka (pekerjaan dan hal yang harus ku fikirkan) berebut meminta didahulukan. Kondisi macam inilah yang seringkali menjadi penyebab aku jatuh sakit, dan kekebalan tubuhku sangat rendah untuk menangkal hadirnya 'virus' ini.

Menempatkan setiap urusan dan pikiran pada kubik-kubik terspisah dalam kepalaku, itulah prinsipku. Karena jika semuanya sudah menempati ruang-ruang tersediri dalam kepala, akan mudah bagiku untuk menyelesaikannya satu per satu, tentunya dengan riang dan lapang. Namun, aku sendiri belum mengetahui sebabnya, kenapa akhir-akhir ini, setidaknya 3 bulan terakhir, sungguh sulit aku menempat-nempatkan isi kepalaku ke dalam ruang masing-masing. Dikendalikan oleh keadaan, lebih kurang begitu kondisinya. Kondisi yang sebelumnya sangat jarang aku alami, karena aku selalu punya settingan mind set dan langkah taktis untuk akhirnya akulah yang menjadi pengendali keadaan bukan sebaliknya. 

Keceriaanku pun harus terkikis, sesak di dada tanpa diketahui ujung pangkalnya pun sering melanda, kemudian saat ragaku tak lagi kuat menahan kondisi jiwa yang 'limbung' maka jatuh sakitlah aku. Kalo sudah begini kondisinya, aku sangat butuh kesendirian, menjaga jarak dari hiruk pikuk manusia. Kumandang adzan dan suara murottal al qur'an menjadi salah satu obat penawar kegundahanku, biasanya hatiku kemudian meluluh dan air mataku tak lama akan meleleh. Setelah itu helaan nafas panjang yang seolah melepas 'beban' berat bisa aku hembuskan. Lalu, beberapa waktu berselang setelah itu, aku akan segera memainkan jari-jemariku di atas keyboard notebook untuk mencoba mengurai segalanya. Bagiku, mengurai kegundahan akan membimbing ku menemukan masalah sebenernya dan setelah itu akan mudah bagiku untuk menemukan obat yang tepat untuk masalah yang melandaku.

Syukurku tiada berbilang, saat Allah izinkan aku menata hati dan pikiranku, sehingga keceriaan dan rasa lapang menjalani hari-hari menjadi selimut hari-hariku. Namun, yang membuatku sering bertanya-tanya, bagaimanakah aku bisa lebih imun terhadap 'virus' sesak dan gundah ini, ataupun 'bakteri' complicated minded yang akan mengobrak-abrik aktivitas pekerjaan, belajar dan bisa jadi ibadahku. Seiring waktu menghantarkan aku pada usiaku yang tak lagi remaja, serangan 'virus' dan 'bakteri' itu semakin kerap menghampiri dengan beragam modifikasi. 

Semoga Allah senantiasa membimbingku menemukan jalan terbaik dari penat dan gundah yang melanda. Allah, hindarkan aku dari keputusan mengambil solusi yang kering akan rahmat-Mu. Allah, disaat aku butuh sendiri maka hanya dengan penjagaan dari-Mu lah aku bisa bertahan. Allah, masih banyak cita dan rencana yang akan kurangkai sebagai hadiah untuk ayah dan ibuku, untuk itu kuatkan pijakanku dan teguhkan kesabaranku dalam meniti tiap tangga kehidupan ini. Allah, aku juga tidak ingin terlalu sibuk dengan masalahku sendiri, aku ingin berbagi waktu dan keceriaan dengan rekan kerjaku, rekan kuliahku, sahabat-sahabatku, dan setiap orang yang ada di sekelilingku.

Kurikulum Pengajaran di Sekolah Kehidupan

Beberapa pekan terakhir ini kehidupan seolah sedang 'emberikan beberapa materi pengajaran padaku. Pelajaran dengan tema yang sudah akrab ku dengar, sering ku baca dalam tulisan dan sering ku jumpai dalam ceramah. Namun, pengajaran dalam sekolah kehidupan ternyata memberikan efek yang lebih mengena dan tahan lama.

Berfikir positif, hampir setiap orang tahu bahwa berfikir positif  itu baik bahkan seharusnya tiap kita bisa melakukanya. Dalam menghadapi suatu kejadian, masalah/keadaan akan  sangat berbeda proses dan hasilnya antara saat kita berfikir positif dan berfikir negatif. Sudut pandang negatif seringkali mendorong kita u menyalahkan keadaan, mengurangi keoptimalan dalam usaha dan yang paling merugikan adalah menguras energi  pada diri kita. Itulah yang aku dapatkan saat sekolah kehidupan mengajarkanku u berlatih berfikir positif. Aku akui sulit, bahkan seringkali aku harus berperang dengan diriku sendiri. Seperti halnya yang telah Sang Pencipta tuliskan dalam Surat Cinta-Nya, bahwa sejak saat kita terlahir terbentanglah dua pilihan yang selalu menyertai: jalan kebaikan atau jalan kerusakan. Dengan berjuang u bisa berfikir positif atas apa yang terjadi dalam kehidupan, tentunya kita akan tergiring ke jalan kebaikan dan begitu pula berlaku sebaliknya.

Sabar, di ambang Ramadhan tahun ini, banyak hal yang mengusik kesabaranku. Mulai dari hal yang  sederhana hingga yang besar. Seringkali aku kebobolan untuk pelajaran yang satu ini. Hingga pada suatu sore, selepas shalat ashar, aku berdo'a: Allah, didik aku menjadi hamba yang sabar dan ikhlas. Redaksi do'a itu meluncur begitu saja dari mulutku ditengah do'aku yang akhir2 ini terbilang monoton. Tidak lama setelah do'a itu terucap, beberapa menit kemudian aku kehilangan HP pertama yang kubeli dengan uangku sendiri. Beberapa saat setelah tersadar bahwa HP ku hilang, aku teringat do'aku yang belum lama kulantunkan. Benar kiranya kalimat bijak yang selama ini kudengar, bahwa ujian yang datang itu tanda perhatian Allah kepada kita, selain sarana pengingatan dan latihan kesabaran tentunya.

Nantikan Sesaat Lagi

Blog-i....
Sudah lama aku tak membuka dan menorehkan beberapa goresan pena di atasmu
Sering pula aku melewatkan begitu saja letupan ide yang hendak aku tuliskan
Nanti ya Blog-i, Nantikan Sesaat Lagi
Semoga ritme kerja dan hidupku bisa kembali 'normal'
Semoga tak lama lagi
Nantikan Sesaat Lagi (^.^)

I want to say: I Love You Mom and Dad ^^

Tak Selayaknya Harapan Menjadi Beban

Harapan = Beban? seharusnya tidak, seharusnya bukan. Tapi itulah yang sejak kecil menjadi PR untukku, mengubah cita rasa itu, harapan yang seringkali menjelma layaknya beban.
Aku kurang tahu persis apa sebab ini terjadi.Tapi yang jelas aku baru menyadari bahwa tanpa dibuat-buat itulah yang terjadi dan mengiringi setiap harapan (mimpi) ku.

Halaman

Teman I-Can

Ingin Menyapa?